Tuban : Sebuah Eksistensi Di Dua Masa

Tuban, saat ini adalah sebuah kabupaten yang biasa disebut dengan Kota Wali, karena kota ini termasuk salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia. Selain itu, kota ini juga dikenal dengan kota Seribu Goa, karena letaknya yang berada pada deretan Pegunungan Kapur Utara. Kabupaten Tuban memiliki luas 1904,70 Km2 dan memiliki pantai sepanjang 65 Km. Tuban berbatasan langsung dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Lamongan di timur, Kabupaten Bojonegoro di selatan, Rembang dan Blora, Jawa Tengah, di barat.

Sejak 1293, di era pemerintahan kerajaan Majapahit, pemerintahan Kabupaten Tuban telah ada dan berkembang, dimana pusat pemerintahannya berada di desa Prunggahan Kulon. Kota Tuban dahulu kala adalah pelabuhan dan merupakan armada laut yang sangat kuat dan yang menjadikan Majapahit berjaya di masanya. Bupati pertama Tuban waktu itu adalah Raden Dandang Wacana dan yang mencetuskan hari jadi kota Tuban pada 12 November 1293.

Kabupaten Tuban, pada jaman dahulu lebih dikenal dengan nama Kambang Putih, adalah salah satu daerah yang menorehkan catatan penting dalam sejarah nasional Indonesia, bahkan dunia. Letak geografis Kambang Putih di jalur pantai utara Jawa menjadikan wilayah ini sebagai jalur lalulintas perdagangan tempo dulu. Oleh karena itu, Kambang Putih merupakan bekas bandar tua yang pernah membuka diri sebagai tempat persinggahan bagi pedagang-pedagang sejak jaman kerajaan Medang sampai Mataram Islam.

Tuban sebagai kota pelabuhan, memiliki karekteristik yang terbentuk dari kontak dengan dunia luar terkait perannya sebagi jalur lalulintas perdagangan dunia. Dari sejarah yang panjang sampai saat ini terbukti bahwa Tuban sanggup melintasi waktu yang begitu panjang, dari dimulainya dinasti Medang 1019 sampai kerajaan Mataram Islam 1619.

Pada masa Airlangga, Kambang Putih dijadikan Bandar lalu lintas perdagangan antar Negara. Hal ini berkait dengan letak pelabuhan Hujung Galuh yang berada di pedalaman sehingga hanya mampu dijadikan jalur lalu-lintas perniagaan antar pulau. Selain itu, hal lain yang menjadi pertimbangan adalah tersedianya sumber air tawar yang cukup banyak di dekat pelabuhan.

Pada masa Majapahit, pelabuhan Tuban semakin berkembang pesat seiring dengan niat Majapahit untuk melakukan ekspansi keluar Jawa. Tuban dijadikan pelabuhan tempat masuknya upeti ke majaphit yang dibayarkan oleh wilayah-wilayahnya di luar Jawa. Tuban berkembang menjadi "entrepot" yang tidak hanya menjadi pusat pertemuan perdagangan dari berbagai negeri, tetapi juga mengimpor dan mengekspor barang-barang yang berasal dari berbagai negeri.

Selain itu keberadaan pelabuhan Tuban juga mengangkat status sosial bangsawan-bangsawan Majapahit. Karena barang-barang yang dijual di pelabuhan adalah barang-barang berharga seperti sutera, logam mulia dan batu ulia. Sebagian barang-barang itu kemudian di serahkan kepada penguasa Majapahit sebagai Upeti.

Dari masa ke masa, Tuban memberikan sumbangan luar biasa kepada raja Hindu-Budha. Baik secara politik, ekonomi, dan sosial. Dari segi politik; banyak wilayah yang ditaklukan oleh para raja melalui bantuan masyarakat Tuban dan Pelabuhannya. Dari segi ekonomi; Tuban menjadi pelabuhan dagang Internasional. Dan dari segi social; adanya pelabuhan Tuban mengangkat derajat sosial para bangsawan karena banyak upeti berupa barang berharga yang berasal dari pelabuhan Tuban, diserahkan oleh pedagang asing.